Suarakpkcyber.com-Ketika Majapahit berhasil diruntuhkan oleh Raja Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya yang bergelar Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (Raja Wilwatikta Keling Daha Jenggala Kediri) pada tahun 1478 Masehi. Tahun peristiwa tersebut di tulis dalam Candra Sangkala yang berbunyi “Ilang Sirno Kertaning Bhumi”.
Setelah Majapahit runtuh dan dikuasai oleh Raja Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya (Raja Wilwatikta Keling Daha Jenggala Kediri). Raja Majapahit terakhir ini pun akhirnya diserbu oleh laskar Bintoro Demak di bawah pimpinan Sunan Ngudung (Ayahanda Sunan Kudus). Hal ini karena Raja Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya diketahui berhubungan secara rahasia dengan musuh bebuyutan Bintoro Demak yaitu Bangsa Portugis. Maka tamatlah riwayat Kerajaan Majapahit pada tahun 1527 Masehi. Misi Laksamana Cheng Ho yang telah dipaparkan sebelumnya dengan jitu telah direalisasikan oleh Putera Selir Prabu Brawijaya V yaitu Puteri Champa/ Gusti Raden Ayu Duworowati, yang memiliki putra bernama Pangeran Jin Bun/ Raden Fatah (Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah Khalifatullah Panatagama Ing Jawi).
Adalah Tumenggung Dono Puro (Kepala Penjaga Gedung Pusaka Kerajaan Majapahit). Beliau adalah salah satu santri Sayyid Jumadil Kubro dalam mengembangkan ajaran Islam di wilayah kerajaan Majapahit. Bahkan karena kesetiaannya kepada Sayyid Jumadil Kubro beliau diberikan Gelar Sayyid, jadi namanya ditambahkan menjadi Tumenggung Sayyid Dono Puro. Beliau seorang pejabat kerajaan yang bisa diajak bermusyawarah tentang kesulitannya di dalam berdakwah untuk mengembangkan ajaran Islam. Saat itu, beliau dan seluruh keluarganya telah memeluk agama Islam walaupun hal ini tidak berani dilakukan secara terang-terangan. Tumenggung Sayyid Dono Puro memiliki Seorang putera bernama Raden Joko Sampurno, yang sejak kecil secara penuh di pasrahkan kepada Sayyid Jumadil Kubro untuk di didik menjadi seorang Muslim yang siap berdakwah mensyiarkan agama Islam bersama Majelis Walisongo periode ke tiga saat itu.
Ketika perang dengan kerajaan Keling Daha Jenggala Kediri yang dipimpin Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, Tumenggung Sayyid Dono Puro wafat sebagai Syuhada’, beliau dimakamkan di sebuah tempat yang sekarang masuk wilayah Kec. Trowulan, Kab. Mojokerto. Didekat makam beliau terdapat sebuah sendang bernama Sendang Kahuripan (Sendang Towo) karena diberikan Karomah oleh Allah Swt bisa menawarkan (Menyembuhkan) berbagai macam penyakit.
Sementara Putera beliau Raden Joko Sampurno, di Amanatkan oleh Sayyid Jumadil Kubro, jika terjadi peperangan di kota Raja Wilwatikta Majapahit, maka segera berangkat mengembara melanglang jagad, dengan tujuan membantu syiar dakwah agama Islam yang telah dan sedang dilakukan oleh Majelis Dakwah Walisongo yang ketika itu dibawah pimpinan Sayyid Ali Rohmatullah / Raden Rohmat (Kanjeng Sunan Ampel, Cucu Sayyid Syech Jumadil Kubro). Hingga suatu ketika Raden Joko Sampurno sampai disuatu wilayah bekas kerajaan Jenggala. Wilayah tersebut saat itu masih hutan belantara yang belum terjamah oleh manusia setelah ratusan tahun semenjak kehancuran kerajaan Jenggala akibat perang saudara antara Jenggala dengan Daha (Kediri). Sejak saat itu hutan belantara tersebut tak terjamah oleh manusia karena banyak dihuni oleh Harimau yang buas dan ganas. Namung karena bekal ilmu yang telah diberikan oleh Ayahandanya (Tumenggung Sayyid Dono Puro) dan Gurunya (Sayyid Jumadil Kubro) maka tidak ada keraguan bahkan rasa takut di dalam hati Raden Joko Sampurno. Setelah melakukan Tafakkur dan Bermunajah kepada Allah Swt, Raden Joko Sampurno mulai memasuki hutan belantara yang saat itu terkenal dengan sebutan “ Wono Jalmo Moro - Jalmo Mati “. Setelah beberapa saat Raden Joko Sampurno memasuki hutan belantara tersebut tampak oleh beliau ditepian sungai yang membelah hutan belantara tersebut, tapak sekelompok kawanan Sang Raja Hutan (Harimau) sedang menikmati segarnya air sungai. Kawanan Sang Raja Hutan tersebut sangat terkejut dan segera bereaksi melihat kedatang tamu yang tidak di undang tersebut. Namung mereka tidak tahu siapa sebenarnya tamu yang tidak di undang tersebut. Andai mereka tahu pasti mereka akan hormat dan tidak melakukan reaksi penolakan akan kehadiran Sang Tamu tersebut. Maka terjadilah sebuah pengeroyokan yang sangat tidak seimbang, yang dilakukan oleh Tuan Rumah Sang Raja Hutan tersebut kepada Raden Joko Sampurno. Tapi karena Ridloh Allah Swt kepada Raden Joko Sampurno, di dukung dengan ke ilmuan yang telah diwariskan ayahandanya serta dari gurunya, maka Raden Joko Sampurno mengeluarkan ilmu Kedigjayaannya. Tiba-tiba tubah Raden Joko Sampurno berubah menjadi 1000 (seribu tubuh) ilmu tersebut sangat terkenal di kalanganan dunia persilatan saat itu dengan sebutan Aji Bolo Sewu. Maka dengan se izin Allah Swt, kawananan Sang Raja Hutan tersebut satu demi satu roboh bersimbah darah, membuat sungai yang airnya segar tadi berubah warna menjadi merah. Sementara yang tidak mati, menyerah dan pasrah kepada Raden Joko Sampurno. Lalu Raden Joko Sampurno dengan Hizib Sulaiman (ilmu yang berguna untuk berkomunikasi dengan Binatang, Tumbuh-tumbuhan serta Mahluq Ghoib/ Jin) yang beliau warisi dari gurunya (Sayyid Jumadil Kubro) melakukan komunikasi dengan seluruh penghuni Hutan Belantara tersebut. Raden Joko Sampurno mengatakan bahwa beliau akan tinggal dan hidup bersama mereka semua di dalam hutan tersebut sampai akhir zaman. Beliau berpesan bahwa sejak hari itu mereka semua adalah satu keluarga, sehingga tidak ada rasa iri, dengki, dendam dan saling memusuhi satu dengan lainnya. Dan seyogyanya saling bantu dan tolong menolong jika salah satu diantara mereka mengalami kesulitan. Alhamdulillah berkat ridloh Allah Swt Kesepakatan pun terjadi. Sehingga sejak saat itu terjadilah Mutualisme Symbiosis – Symbiosis Mutualisme diantara seluruh penghuni hutan tersebut.
Pada tahun 1479 Masehi, Raden Joko Sampurno atas izin Allah Swt mulai membuka hutan belantara tersebut dengan mendirikan sebuah Gubuk, Surau dan Ladang Pertanian untuk sekedar bercocok tanam. Lambat laun tidak lama kemudian, mulai terdengar oleh masyarakat pengungsi bekas penghuni kota Raja Wilwatikta Majapahit bahwa di hutan belantara di wilayah bekas kerajaan Jenggala sudah dibuka menjadi tempat hunian dan tidak seram lagi. Dibuka oleh seorang pengembara yang Sakti Mandraguna. Satu demi satu masyarakat mencoba datang dan membuktikan kabar berita yang mereka dengar. Dan satu persatu mereka membuktikan kebenaran kabar berita tersebut dengan bertemu langsung dengan Raden Joko Sampurno Sang Bedah Kerawang, selaku pembuka hutan belantara tersebut. Lalu masyarakat pengungsi bekas penghuni kota Raja Wilwatikta Majapahit langsung bisa mengenali siapa yang membuka hutan belantara tersebut. Dia adalah putera Tumenggung Sayyid Dono Puro sekaligus santri Sayyid Jumadil Kubro. Mereka yang berjumlah kurang dari seratus keluarga tersebut langsung bersimpuh dan menghormat kepada Raden Joko Sampurno, mereka memohon untuk diberikan izin ikut menghuni hutan belantara tersebut. Lantas para pendatang tersebut bertanya apa tempat tinggal yang baru dibuka ini sudah memiliki nama ? Kemudian Sang Bedah Kerawang (Raden Joko Sampurno) Membaca “ Bismillahir Rohmanir Rohim “, Mulai saat ini hutan belantara ini aku beri nama “ Sumo Kali “. Para pendatang tersebut lantas bertanya, apakah makna dari “ Sumo Kali “ itu Raden ??? Lalu dengan singkat Raden Joko Sampurno menceritakan kisah perjalanan beliau hingga sampai bisa membuka hutan belantara tersebut dan membangun Gubuk, Surau serta Ladang pertanian. Sumo bermakna Harimau (Raja Hutan) dan Kali bermakna Sungai (Sumber Kehidupan). Maka Sumo Kali bermakna Harimau Penghuni Sumber Kehidupan. Para pendatang itupun bisa memahami apa yang telah di ceritakan secara singkat oleh Raden Joko Sampurno.
Dengan datangnya para pengungsi bekas penduduk kota Raja Wilwatikta Majapahit, maka hutan belantara tersebut berubah menjadi suatu pemukiman penduduk setingkat desa yang bergeliat membangun suatu peradaban. Raden Joko Sampurno yang mengemban amanah orang tua dan gurunya sedikit demi sedikit mulai berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat desa Sumokali di Surau kecil yang beliau bangun. Tak kurang dari 77 warga masyarakat yang memperdalam agama Islam kepada beliau dan menyatakan menjadi pengikut setia (Santri Pertama) beliau. Semakin lama dakwah beliau terdengar hingga semakin meluas hingga sampai di telingah Para Sunan yang tergabung di dalam Majelis Dakwah Walisongo pimpinan Sayyid Achmad Ali Rohmatullah (Sunan Ampel) di Surabaya. Hingga pada suatu ketika beberapa anggota Majelis Dakwah Walisongo datang mengunjungi desa Sumokali untuk bertemu langsung dengan Raden Joko Sampurno. Sayyid Ali Rohmatullah (Sunan Ampel), Sayyid Syech Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri), Raden Makhdum Ibrohim (Sunan Bonang), serta Raden Fatah (Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah Khalifatullah Panatagama Ing Jawi), turut hadir di desa Sumokali untuk menemui Raden Joko Sampurno. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa Majelis Dakwah Walisongo memberangkatkan Raden Joko Sampurno untuk beribadah Haji dan sepulang ibadah Haji menikahkan Raden Joko Sampurno dengan adik tiri Raden Fatah (Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah Khalifatullah Panatagama Ing Jawi) yaitu Gusti Puteri Dewi Sampur (Nyai Ageng Sampur) binti Prabu Brawijaya V / Kanjeng Sunan Lawu.
Sepulang dari ibadah Haji dan menikah dengan Gusti Puteri Dewi Sampur (Nyai Ageng Sampur) binti Prabu Brawijaya V / Kanjeng Sunan Lawu. Raden Joko Sampurno diberikan Anugerah Gelar oleh Majelis Dakwah Walisongo dengan gelar Kyai Abdul Shomad (Hambah Yang Sempurna). Kenapa Gelar tersebut diberikan kepada Raden Joko Sampurno, hal tersebut dikarenakan para Waliyullah (Para Sunan) menilai bahwa Raden Joko Sampurno memang sangat layak diebut sebagai hambah Allah Swt yang sempurna. Sempurna ilmu pemahaman Agamanya (Syariat, Thoriqot, Hakikat, Dan Ma’rifatullah) sebagai seorang Penyebar Agama Islam (Pendakwah) dan beliau sempurna ilmu Kedigdayaannya sebagai seorang Pendekar.
Dalam pernikahannya dengan Gusti Puteri Dewi Sampur beliau dianugerahi 4 orang Putera dan 3 orang Puteri.
Adapun Nama Putera-putera Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad yaitu :
1. Raden Joko Bluwa, nanti ketika dewasa bergelar Syech Sekardali.
2. Raden Joko Wayah, nanti ketika dewasa bergelar Syech Bubuk Janur.
3. Raden Joko Pandak, nanti ketika dewasa bergelar Syech Kaliatu.
4. Raden Joko Bodho, nanti ketika dewasa bergelar Kyai Ageng Majastra.
Sedangkan Nama Puteri-puteri Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad yaitu :
1. Puteri Dewi Sukati.
2. Puteri Dewi Ambar.
3. Puteri Dewi Kaniraras.
Demikianlah keluarga besar Sakinah Mawaddah wa Rohmah yang dibangun oleh Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad dengan Gusti Puteri Dewi Sampur (Nyai Ageng Sampur) binti Prabu Brawijaya V / Kanjeng Sunan Lawu.
Berikut Ini Silsilah Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad :
NABI ADAM AS (SANG HYANG JANMA WALIJAYA/ SANG HYANG ADHAMA) Usia 960 tahun. Nabi yang Pertama kali menerima perintah syariat sholat subuh 2 rokaat. Menikahi SYAIDATINA HAWA (SANG DEWI JANMA WANUJAYA/ SANG DEWI KAWAH).
NABI SITS AS (SANG HYANG SYITA) Putra ke- 6 Nabi Adam As sekaligus saudara kembar Nabi Idris As. Beliaulah yang diperintahkan untuk menghukum Qobil yang melarikan diri setelah membunuh Habil. Nabi Sits As Berusia 900 tahun. Beliau menerima 50 Syahifah (musyhaf/ Syuhuf).
SAYYID ANWAR (SANG HYANG NUR CAHYA) Menurunkan para Dewa di dalam ajaran Agama ghoiru Islam,
Menikah dengan Dewi Nuruni binti Prabu Nur Hadi bin Prabu Rawangin bin Prabu Sang Hyang Malija bin Sang Hyang Babar Buana bin Izajil (IBLIS).
-Sang hyang NUR ROSO
-Sang hyang WENANG
-Sang hyang TUNGGAL -Sang hyang MANIK MAYA (BATARA GURU)
-Sang hyang BATARA BRAMA/ SRI MAHA PUNGGUNG/ DEWA BRAMA
-Sang hyang BATARA SADANA
-Sang hyang BATARA SATAPA (TRITUSTA)
-Sang hyang BAMBANG PARIKANAN
- Resi MANUMAYASA
- Resi SEKUTREM
-Begawan SAKRI -Begawan PALASARA
-Begawan ABIYASA
- Pangeran PANDU DEWANATA
- Pangeran DANANJAYA/ Pangeran JANAKA/ Pangeran ARJUNO
- Pangeran ABIMANYU
- Prabu PARIKESIT
- Prabu YUDAYANA - Prabu YUDHAYAKA - Prabu GENDRAYANA - Prabu JAYA BAYA - Prabu JAYA AMIJAYA
- Prabu JAYA AMISENA
- Raden KUSUMA WICITRA
- Raden CITRA SUMA
- Raden PANCA DRIYA
- Raden ANGLING DHARMA
- Prabu SUWE LACALA
- Prabu SRI MAHA PUNGGUNG
- Prabu JAYA LENGKARA
- Resi GATAYU
- Resi AMILUHUR
- Raden PANJI ASMARA BANGUN (Raden INU KERTAPATI)
- Raden MAHESA TANDREMAN
- Raden / Prabu BANJARANSARI
Raden Banjaransari di nobatkan menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang, Dari Beliaulah Silsilah Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad secara urut sebagaimana berikut :
Prabu Banjaransari (Raja Kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat) Mempunyai Anak Bernama :
Raden Arya Metahun (Mengembara sampai di Lumajang, Jawa Timur) Mempunyai Anak Bernama :
Raden Arya Randu Kuning/ Ki Gede Lebe Lontong (Adipati Lumajang Tengah, Jawa Timur) Mempunyai Anak Bernama :
Raden Arya Bangah (Adipati Gumenggeng) Yaitu wilayah yang sekarang menjadi Desa Banjar Agung di Kec. Rengel, Kab. Tuban. Mempunyai Anak Bernama :
Raden Arya Dandang Miring (Adipati Lumajang, Jawa Timur) Mempunyai Anak Bernama :
Tumenggung Sayyid Dono Puro (Penjaga Gudang Pusaka Kerajaan Wilwatikta Majapahit) Mempunyai Anak Bernama :
Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad – Putri Dewi Sampur / Nyai Ageng Sampur
Pernikah tersebut dianugerahi 7 Anak :
Dianugerahi oleh Allah Swt 4 orang Putera dan 3 orang Puteri.
Adapun Nama Putera-putera Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad yaitu :
1. Raden Joko Bluwa, nanti ketika dewasa bergelar Syech Sekardali.
2. Raden Joko Wayah, nanti ketika dewasa bergelar Syech Bubuk Janur.
3. Raden Joko Pandak, nanti ketika dewasa bergelar Syech Kaliatu.
4. Raden Joko Bodho, nanti ketika dewasa bergelar Kyai Ageng Majastra.
Sedangkan Nama Puteri-puteri Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad yaitu :
1. Puteri Dewi Sukati.
2. Puteri Dewi Ambar.
3. Puteri Dewi Kaniraras.
Demikian Silsilah Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad, yang meskipun beliau tidak memiliki hubungan darah secara langsung (Genotif) dengan Rosulullah Muhammad Saw, namun pengabdian dan jasa beliau terhadap penyebaran agama Islam diapresiasi oleh Majelis Dakwah Walisongo saat itu beliau sebagai salah satu Ulama yang menjadi rujukan masyarakat untuk mempelajari Agama Islam, bahkan diberi hadiah Berangkat ibadah Haji dan di Nikahkan dengan Adik Tiri Raden Fatah (Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah Khalifatullah Panatagama Ing Jawi) yaitu Gusti Puteri Dewi Sampur (Nyai Ageng Sampur) binti Prabu Brawijaya V / Kanjeng Sunan Lawu.
Adapun Sanad Ke Ilmuan Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad, Sambung sampai kepada Rosulullah Muhammad Saw :
Sayyid Jumadil Kubro Al Husain bin
Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
Sayyid Abdullah bin
Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
Sayyid Alwi Ammil Faqih Muqoddam bin
Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin
Sayyid Ali Kholi’ Qosam bin
Sayyid Alwi bin
Sayyid Muhammad bin
Sayyid Alwi bin
Sayyid Ubaidillah bin
Sayyid Ahmad Al Muhajir bin
Sayyid Isa bin
Sayyid Muhammad bin
Sayyid Ali Al Uroidhi bin
Sayyidina Imam Ja’far Shodiq bin
Sayyidina Imam Muhammad Al Baqir bin
Sayyidina Imam Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Imam Al Husain ibni
Sayyidatina Fathimah Az Zahro binti
Rosulullah Muhammad Rosulullah Saw.
Setelah peradaban desa bernama Sumokali tersebut berubah menjadi salah satu tempat rujukan masyarakat di dalam mempelajari agama Islam, dan putera-puteri belia juga telah menjadi penyebar agama Islam diberbagai daerah, maka di usia beliau yang sangat tua yakni 117 tahun, tepat pada hari Jum’at Legi tanggal 9 Muharrom 937 Hijriyah / 22 November 1515 Masehi, beliau menghadap Allah Swt sebagai Min Jumlatil ‘Aulia’ (Waliyullah).
Jika dihitung sejak wafatnya beliau : Jum’at Legi tanggal 9 Muharrom 937 Hijriyah / 22 November 1515 Masehi, maka di tanggal 9 Muharrom 1442 Hijriyah / 28 Agustus 2020 Masehi, nanti, adalah peringatan Haul Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad yang ke - 506.
Semoga dengan Penulisan Sejarah Singkat dan Silsilah Raden Joko Sampurno / Kyai Abdul Shomad (Sesepuh Bedah Kerawang Desa Sumokali, Kec. Candi, Kab. Sidoarjo), Allah Swt menambah Nikmat seluruh warga masyarakat Desa Sumokali, Kec. Candi, Kab. Sidoarjo. Dan menjadikan Desa Sumokali sebagai Desa yang “ Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofuur – Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo Kalis Ing Rubedo lan Sambikolo “.
Aamiin Yaa Mujibas Saa’iliin.
Wallahu A’lam Bishshowab
Penyusun,
KRT. KH. Mukhammad Musyrifin Puja Reksa Budaya
Khodimul ‘Ummat Dlo’if wal Faqiir Ilaa Rohmatillah Tahta Aqdami Turobbikum Bengkel Akhlaq Padepokan Dzikir Dan Ta’lim Bumiaji Panatagama Kota Batu
Navigation
Post A Comment: