Setelah Majapahit runtuh dan dikuasai oleh Raja Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya (Raja Wilwatikta Keling Daha Jenggala Kediri). Raja Majapahit terakhir ini pun akhirnya diserbu oleh laskar Bintoro Demak di bawah pimpinan Sunan Ngudung (Ayahanda Sunan Kudus). Hal ini karena Raja Girindra Wardhana Dyah Ranawijaya diketahui berhubungan secara rahasia dengan musuh bebuyutan Bintoro Demak yaitu orang Portugis. Maka tamatlah riwayat Kerajaan Majapahit pada tahun 1527 Masehi. Misi Laksamana Cheng Ho yang telah dipaparkan sebelumnya dengan jitu telah direalisasikan oleh Putera Selir Prabu Brawijaya V yaitu Puteri Champa/ Raden Ayu Duworowati/ Raden Ayu Condro Wulan, yang memiliki putra bernama Pangeran Jin Bun/ Raden Fatah (Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah).
Adalah Tumenggung Satim Singomoyo seorang Tumenggung Majapahit. Beliau adalah orang yang selalu membantu Sayyid Jumadil Kubro dalam mengembangkan ajaran Islam di Pulau Jawa karena hanya beliaulah seorang pejabat kerajaan yang bisa diajak bermusyawarah tentang kesulitannya di dalam berdakwah untuk mengembangkan ajaran Islam. Saat itu, beliau telah memeluk agama Islam walaupun hal ini tidak berani dilakukan secara terang-terangan. Tumenggung Satim Singomoyo memiliki isteri bernama Raden Ayu Dewi Condro Asmoro.
Ketika perang dengan kerajaan Keling Daha Jenggala Kediri yang dipimpin Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, Tumenggung Satim Singomoyo wafat sebagai syuhada’, beliau dimakamkan di sebuah tempat yang sekarang bernama TROLOYO di Kec. Trowulan, Kab. Mojokerto. Menjadi satu Lokasi dengan makam Sayyid Jumadil Kubro. Makam Tumenggung Satim Singomoyo diberi tanda tanaman pohon jati. Namun setelah pohon jati itu besar tumbuhlah pohon Aspak dan pohon Beringin. Hingga sekarang pohon tersebut masih hidup.
Sementara istri beliau Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro mengungsi bersama: a. 100 Prajurit. b. 7 orang Emban. c. 3 orang Pandego: 1. Kyai Sampar Brojo Ghini/ Kyai Brojo Musthi (Ahli Kanuragan dan Ulama’ Khowas).
2. Nyai Sima Istri Kyai Brojo Ghini/ Kyai Brojo Musthi (Ahli Dakwah dan Tata Pemerintahan).
3. Kyai Said (Ahli Agrobis, Logistik dan Ekonom).
Bersama 3 Pandego tersebut beliau meretas Asa dan merintis peradaban baru hingga sampai di sebuah hutan yang subur di tepian utara aliran sungai Brantas, yang bernama “WONOAJI” artinya Hutan yang memiliki Kemulyaan. Hingga pada suatu saat karena izin Allah Swt beliau merubah nama “WONOAJI” menjadi “BUMIAJI” yaitu pada tahun 1495 masehi/ 17 tahun setelah keruntuhan kerajaan Majapahit beliau merubah nama daerah “WONOAJI menjadi BUMIAJI”, hal tersebut di karenakan WONOAJI semakin hari semakin menampakkan kemulyaannya sebagai daerah yang “GEMAH RIPAH LOH JINAWI, TOTO TENTREM KERTO RAHARJO” sebagai wujud Ridloh Allah Swt.
Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro yang demi keselamatan dan kenyamanan beliau di dalam bergaul dengan masyarakat menyamarkan namanya dengan sebutan/ panggilan sehari-hari: “Mbah Tuwo” yang akhirnya masyarakat Wonoaji-pun terbiasa memanggil beliau dengan panggilan “Mbah Tuwo”. Beliau memulai kehidupan barunya bersama masyarakat yang ada sebelumnya dan ikut berbagi rasa, berbagi pengetahuan dan ajaran agama yang diperolehnya dari suaminya yaitu Tumenggung Satim Singomoyo dengan mendirikan sebuah padepokan yang Beliau beri nama “PADEPOKAN GUBUK ANGIN”.
Akhirnya banyak penduduk Wonoaji juga sekitarnya dan bahkan masyarakat yang jauhpun berdatangan serta menetap untuk berguru/ menuntut ilmu dan belajar ilmu agama kepada Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro/ Mbah Tuwo di “PADEPOKAN GUBUK ANGIN”, yang memiliki makna “Tempat Tinggal Yang Senantiasa Bergantung Pada Hembusan Angin (Kuasa Illahi Robbi)”.
Setelah peradaban daerah bernama Wonoaji yang telah berubah nama menjadi Bumiaji semakin berkembang maka pada tahun 1535 Masehi, yaitu 57 tahun setelah Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro/ Mbah Tuwo mengungsi dari Keraton Majapahit, Gusti Allah Swt Memanggil Beliau kembali sebagai Min Jumlatil ‘Aulia’ (Waliyullah).
Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro wafat pada usia yang sangat lanjut, pada tanggal: 21 Rabi’ul Awal 957 Hijriyah/ tahun 1535 Masehi, di Usia 135 tahun.
Keberadaan “Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro/ Mbah Tuwo” inilah sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka/ Sesepuh masyarakat yang memulai babat alas dan dikultuskan masyarakat sebagai inspirator dari suatu wilayah yang sekarang bernama Kota Batu.
Dan jika Kita menghitung sudah berapa tahun desa ini bernama Bumiaji, sejak Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro merubah wilayah ini dari “Wonoaji menjadi Bumiaji”, Yaitu sejak tahun 1495 hingga tahun 2020, maka usia desa Bumiaji adalah 525 tahun.
Subhanallah, sudah 5 Abad lebih 25 tahun, nenek moyang masyarakat Kota Batu telah menghuni desa Bumiaji ini dengan I’tikad suci, yaitu mewariskan segala yang telah beliau rintis dengan segenap pengorbanan Harta, Jiwa dan Raga. Maka alangkah Durhaka dan tidak berbudinya Kita sebagai anak cucunya, jika Kita tidak bisa berterima kasih kepada mereka Leluhur/ nenek moyang kita. Dengan cara memelihara dan melestarikan apa yang telah mereka wariskan kepada Kita, minimal bersedia memperingati Khoul Leluhur Kita tersebut. Berkut ini Tanggal, Bulan dan Tahun Wafat Para Waliyullah yang di Makamkan di Dusun Banaran, Desa Bumiaji, Kec. Bumiaji, Kota Batu, Prov. Jawa Timur.
1. Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro (Istri Tumenggung Satim Singomoyo Ulama’ Khowas dan Panglima Perang Majapahit) Wafat: 21 Rabi’ul Awal 957 Hijriyah/ tahun 1535 Masehi.
2. Kyai Brojo Musthi (Ahli Kanuragan dan Ulama’ Khowas). Wafat: 10 Muharram 963 Hijriyah/ 1541 Masehi.
3. Kyai Said (Ahli Agrobis, Logistik dan Ekonom) Wafat: 27 Rojab 967 Hijriyah/ 1545 Masehi
4. Nyai Sima Istri Kyai Sampar Brojo Ghini/ Kyai Brojo Musthi (Ahli Dakwah dan Aktivis Perempuan di ZamanNya) Wafat: 15 Sya’ban 973 Hijriyah/ 1551 Masehi.
5. Syarifah Raden Ayu Dewi Muthma’inah (Istri Pangeran Rohjoyo Bagus Permadi/ Syech Abdul Karim Abul Ghona’im dan Keturunan Sunan Gunung Jati) Wafat: 09 Dzulhijjah 1157 Hijriyah/ 1735 Masehi.
6. Pangeran Rohjoyo Bagus Permadi/ Syech Abdul Karim Abul Ghona’im (Ahli Strategi Perang dan Keturunan Ke – 11 Dari Sunan Kalijaga) Wafat: 01 Rojab 1174/ 1752 Masehi.
7. Kyai Na’im (Penasehat dan Salah satu Senopati Perang Pangeran Diponegoro) Wafat: 17 Romadlon 1203 Hijriyah/ 1841 Masehi.
Wallahu A’lam.
Berikut ini adalah Silisilah Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro RA (Mbah Batu) dari Jalur Ayah:
Sayyid Abdurrohman Al Basyaiban alias Raden Mas Aryo Tedjo Kusumo (Gelar Setelah Menjadi Adipati Tuban ke – 2) alias Mbah Sambu (Sebutan Setelah Beliau Menjadi Waliyullah di Makamhan di Lasem)
bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Khoromis
bin Sayyid Umar
bin Sayyid Muhammad Mudzakir Rumi
bin Sayyid Achmad Wahid Rumi bin Sayyid Abdul Wahid Qornain
bin Sayyid Abu Bakar Basyaiban
bin Sayyid Muhammad Asadillah
bin Sayyid Hasan At-Turabi
bin Sayyid ‘Ali
bin Sayyid Muhammad Faqih Muqaddam
Berikut ini adalah Ranji Silisilah Mbah Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro dari Jalur Ayah Beliau:
Sayyid Abdurrohman al-Basyaiban di awali dari Sayyid Muhammad Faqih Muqoddam sampai kepada Rosulullah Muhammad Saw.
Berikut ini adalah Silisilah Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro RA (Mbah Batu) dari Jalur Ibu:
NABI ADAM AS (SANG HYANG JANMA WALIJAYA/ SYANG HYANG ADHAMA) Usia 960 tahun. Nabi yang Pertama kali menerima perintah syariat sholat subuh 2 rokaat. Menikahi SYAIDATINA HAWA (SYANG DEWI JANMA WANUJAYA/ SYANG DEWI KAWAH).
NABI SITS AS (SYANG HYANG SYITA) Putra ke- 6 Nabi Adam AS sekaligus saudara kembar Nabi IDRIS AS. Beliaulah yang diperintahkan untuk menghukum Qobil yang melarikan diri setelah membunuh Habil. Nabi SITS AS Berusia 900 tahun. Beliau menerima 50 syahifah (musyaf/ Suhuf).
SAYYID ANWAR (SYANG HYANG NUR CAHYA) Menurunkan para Dewa di dalam ajaran Agama ghoiru Islam,
Menikah dengan Dewi Nuruni binti Prabu Nur Hadi bin Prabu Rawangin bin Prabu Syang Hyang Malija bin Syang Hyang Babar Buana bin Izajil (IBLIS).
-Syang hyang NUR ROSO
-Syang hyang WENANG
-Syang hyang TUNGGAL -Syang hyang MANIK MAYA (BETARA GURU)
-Syang hyang BATARA BRAMA/ SRIMAHA PUNGGUNG/ DEWA BRAMA
-Syang hyang BATARA SADANA
-Syang hyang BATARA SATAPA (TRITUSTA)
-Syang hyang BAMBANG PARIKANAN
- Resi MANUMAYASA
- Resi SEKUTREM
-Begawan SAKRI -Begawan PALASARA
-Begawan ABIYASA
- Pangeran PANDU DEWANATA
- Pangeran DANANJAYA/ Pangeran JANAKA/ Pangeran ARJUNO
- Pangeran ABIMANYU
- Prabu PARIKESIT
- Prabu YUDAYANA - Prabu YUDHAYAKA - Prabu GENDRAYANA - Prabu JAYA BAYA - Prabu JOYO AMIJAYA
- Prabu JOYO AMISENA
- Raden KUSUMA WICITRA
- Raden CITRA SUMA
- Raden PANCA DRIYA
- Raden ANGLING DHARMA
- Prabu SUWE LACALA
- Prabu SRI MAHA PUNGGUNG
- Prabu JAYA LENGKARA
- Resi GATAYU
- Resi AMILUHUR
- Raden PANJI ASMARA BANGUN (Raden INU KERTAPATI)
- Raden MAHESA TANDREMAN
- Raden BANJARAN SARI
Raden Banjaran Sari di nobatkan menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang, Dari Beliaulah Silsilah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro di awali dari Jalur Ibu, sebagaimana berikut:
Prabu Banjaransari (Raja Kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat)
Raden Arya Metahun (Mengembara sampai di Lumajang, Jawa Timur)
Raden Arya Randu Kuning/ Ki Gede Lebe Lontong (Adipati Lumajang Tengah, Jawa Timur)
Raden Arya Bangah (Adipati Gumenggeng) yaitu wilayah tersebut sekarang menjadi Desa Banjar Agung di Kec. Rengel, Kab. Tuban.
Raden Arya Dandang Miring (Adipati Lumajang, Jawa Timur)
Raden Arya Wiraraja (Adipati Sumenep Pertama, Jawa Timur)
Raden Raden Arya Adikoro/ Raden Arya Ronggolawe (Adipati Tuban ke-1)
Keterangan:
Raden Arya Adikoro/ Arya Ranggalawe memiliki dua orang istri bernama Martaraga dan Tirtawati. Dari Istri yang bernama Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani. Sedangkan dari Istri yang bernama Tirtawati lahir seorang putri bernama Nyai Ageng Lanang Jaya/ Nyai Lanang Baya. Raden Arya Adikoro/ Ronggolawe akhirnya Mu’allaf karena putrinya yaitu Nyai Ageng Lanang Jaya/ Nyai Lanang Baya diperistri Sayyid Abdur Rahman (Raden Mas Aryo Tedjo Kusumo) seorang saudagar kaya raya keturunan Bani Fatimiyah, dari Persia.
Nyai Ageng Lanang Jaya / Nyai Lanang Baya diperistri Sayyid Abdur Rohman (Raden Mas Aryo Tedjo Kusumo/ Mbah Sambu)
Sayyid Abdur Rahman Al Basysayban/ Raden Mas Aryo Tedjo Kusumo (Adipati Tuban ke-2)
Syekh Zali Al-Khalwati/ Syekh Khawaji/ Raden Mas Ronggo Tedjo Laku (Adipati Tuban ke-3)
Raden Mas Haryo Lana Aryo Tedjo I (Adipati Tuban ke-4)
Raden Mas Haryo Dikoro Aryo Tedjo II (Adipati Tuban ke-5) Beliau memiliki 3 orang anak:
A. Raden Ayu Dewi Condrowati/ Nyai Ageng Manila (Isteri Sayyid Aly Rahmatullah/ Sunan Ampel). B. Raden Ayu Dewi Condro Asmoro (Mbah Batu). (Isteri Tumenggung Satim Singomoyo). C. Raden Ahmad Sahur/ Tumenggung Arya Wilwatikta (Ayahanda Raden Mas Syahid/ Sunan Kalijaga).
Keterangan:
A. Raden Ayu Dewi Condrowati (Isteri Sayyid Aly Rahmatullah/ Sunan Ampel).
Beliau memiliki 4 anak:
1. Putri Nyai Ageng Maloka Istri Pangeran Wiranagara (Bupati Lasem)
2. Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)
3. Raden Qosyim Syarifuddin (Sunan Drajat)
4. Syarifah, yang merupakan istri Raden Jakfar Shodiq (Sunan Kudus)
B. Raden Ayu Dewi Condro Asmoro (Isteri Tumenggung Satim Singomoyo) Beliau memiliki 2: 1. Raden Noto Suryo. 2. Raden Noto Kusumo.
C. Raden Ahmad Sahur/ Tumenggung Arya Wilwatikta.
Beliau Memiliki 3 orang anak: 1. Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga). 2. Raden Ayu Dewi Sari Wulan (Istri Empu Supo Driyo Ahli Pembuat Pusaka). 3. Raden Ayu Dewi Roso Wulan (Istri Syech Maulana Maghribi/ Ibu Joko Tarub).
Raden Ahmad Sahur/ Tumenggung Arya Wilwatikta (Adipati Tuban ke-6)
Raden Tumenggung Syekh Maulana Mansur (Adipati Tuban ke-7) Putra Raden Noto Suryo/ cucu Raden Ayu Dewi Condro Asmoro (Mbah Batu), beliau adalah Bupati Tuban pada masa transisi kekuasaan dari Majapahit ke Demak.
Demikianlah Sejarah Dan Silsilah Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro (Mbah Batu) Sang Inspirator Berdirinya Kota Batu.
Beliau Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro wafat pada usia yang sangat lanjut, pada tanggal: 21 Rabi’ul Awal 957 Hijriyah/ tahun 1535 Masehi, di Usia 135 tahun.
Keberadaan beliau “Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro/ Mbah Tuwo” inilah sebagai cikal bakal serta yang dikenal orang sebagai pemuka/ Sesepuh masyarakat yang memulai babat Alas dan dikultuskan masyarakat sebagai inspirator dari wilayah bernama Kota Batu.
Dan jika Kita menghitung sudah berapa tahun desa bernama Bumiaji dan Kota Batu, sejak Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro merubah nama wilayah ini dari “Wonoaji menjadi Bumiaji”, Yaitu sejak tahun 1495 hingga tahun 2020, maka usia desa Bumiaji dan Kota Batu saat ini adalah 525 tahun.
Subhanallah, sudah 5 Abad lebih 25 tahun.
Semoga Allah Swt Senantiasa Menganugerahkan Limpahan Nikmat kepada Kita semua, berupa Limpahan Rahmat, Taufiq, Hidayah, Inayah serta Ma’unah Dunia Akhirat. Aamiiin yaa Mujibas Saa’iliin.
Wallahu A’lam.
Yaa Allah Yaa Robb ...
✔ Muliakanlah semua orang yang telah membaca Sejarah ini.
✔ Entengkanlah kaki mereka untuk melangkah ke masjid.
✔ Lapangkanlah hati mereka.
✔ Bahagiakanlah mereka dan keluarganya.
✔ Luaskan Rizki mereka seluas Samudera.
✔ Mudahkan segala urusan mereka.
✔ Kabulkan dan Wujudkanlah Doa dan cita-cita mereka.
✔ Jauhkan mereka dari segala Fitnah, Musibah dan Bencana.
✔ Jauhkan mereka dari segala Penyakit Lahir dan Batin, Prasangka Keji, Berkata Kasar serta Berbuat Maksyiat dan Mungkar.
Aamiin Yaa Robbal 'Alamin.
Batu, 12 Mei 2020
Disusun Oleh:
KRT. KH. Mukhammad Musyrifin Puja Reksa Budaya
Khodimul 'Ummat Dlo’if wal Faqiir Ilaa Rohmatillah Tahta Aqdami Turobbikum Bengkel Akhlaq Padepokan Dzikir Dan Ta'lim Bumiaji Panatagama Kota Batu
 Sang Inspirator Berdirinya Kota Batu){kind=link}
Post A Comment: