Opini oleh dr. Sonny (Residen Obstetri Ginekologi RS.dr
Soetomo)
Suarakpkcyber.com-HAMPIR 6 bulan dunia bergelut dengan Covid-19.Covid-19 memiliki ciri yang sama dengan pandemi influenza yang terjadi satu abad lalu.
Pada tahun 1918 terjadi pandemi Flu Spanyol yang membunuh 50 juta manusia di seluruh dunia dan membunuh sekitar 675.000 manusia di Amerika Serikat.
Menurut catatan WHO infeksi Flu Spanyol menginfeksi sepertiga populasi dunia.
Covid-19 memiliki kecepatan menginfeksi yang hampir sama dengan flu spanyol. Dampak dari penularan dari manusia ke manusia yang sangat cepat telah menciptakan badai kepanikan, frustrasi, hingga berujung pada depresi penduduk dunia.
Setiap negara hingga saat ini sedang berjuang mengerem laju penularan Covid-19 semaksimal mungkin.
Seperti yang dilansir oleh Worldmeters.info Pada tanggal 23 Mei 2020 Covid-19 sudah menginfeksi 215 negara. Tercatat 5.369.351 kasus Covid-19, 342.396 kasus kematian akibat Covid-19, dan tercatat sebanyak 2.224.117 dinyatakan sembuh.
Tiga besar negara yang menduduki peringkat kasus terbanyak yakni Amerika serikat, Brazil, dan Rusia.
Tercatat 1.655.670 kasus Covid-19 di Amerika Serikat dengan jumlah kematian sebanyak 98.145 kasus, 340.837 kasus Covid-19 di Brazil dengan jumlah kematian sebanyak 21.678, Tercatat 335.882 kasus Covid-19 dengan jumlah kematian sebanyak 3.388 kasus. Bila kita menghitung case fatality rate Covid-19 di Amerika Serikat, Brazil, dan Rusia berturut-turut sebesar 5,92 %,, 6,36 %, dan 1 %.
Sementara di Indonesia menduduki peringkat 31 dengan tercatat 21.745 kasus Covid-19 dengan jumlah kematian sebanyak 1.351 kasus, dengan case fatality rate sebesar 6,21 %.
Meskipun jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terbilang lebih rendah, namun dari nilai case fatality rate tampak sangat mengkhawatirkan, tidak bisa dikatakan aman-aman saja.
Pada prinsipnya setiap negara berusaha melakukan upaya mengatasi Covid-19 sesuai anjuran dari WHO. Penerapan protokol kesehatan, cuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan jaga jarak.
Lockdown merupakan pilihan yang dianjurkan WHO untuk mengerem transmisi loKal virus.
Amerika Serikat lebih memilih untuk tidak lockdown, Italia memilih lockdown. Sementara di swedia kebijakan tidak menerapkan lockdown dan protokol kesehatan ketat, disana berharap ada mekanisme terbentuk herd immunity dengan membiarkan terpapar virus, > 70% populasi terinfeksi sehingga terbentuk antibodi kelompok.
Indonesia memilih tidak melakukan lockdown total, juga tidak memilih dilakukan ‘kebebasan’ untuk terbentuk Herd immunity. Indonesia memilih jalan tengah, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), lebih mengarah pada lockdown parsial, tidak serentak di seluruh wilayah di Indonesia.
Penerapan PSBB ini sebagai bentuk upaya melakukan lockdown namun ada sebuah kompromi untuk menyelamatkan ekonomi agar tidak jatuh pada kondisi yang lebih hancur.
Beberapa daerah sudah menerapkan PSBB. Namun PSBB ini dirasakan masih setengah-setengah dan tidak efektif.
Alasan yang pertama karena PSBB ini tidak dilakukan serentak di seluruh wilayah di Indonesia.
Masih terjadi arus mobilisasi masyarakat dari satu daerah ke daerah lain. Masih cukup banyak dijumpai perilaku masyarakat yang menampakkan ketidakdisiplinan dalam PSBB.
Alasan lain sebagai penyebab PSBB tidak efektif karena seringkali tampak ketidakkompakan pemerintah pusat dan pemerintah daeerah, justru menampilkan perbedaan pandangan politik yang tidak perlu.
Ini terjadi di tengah RS sedang overload pasien Covid-19 dan banyaknya tenaga medis yang gugur akibat infeksi Covid-19.
Hal ini lah yang kemudian memicu tenaga kesehatan ramai protes di media sosial dengan tagar Indonesia terserah.
Navigation
Post A Comment: