Suarakpkcyber.com-PEMBACA setia pada sesi tulisan ketiga ini, penulis berpendapat bahwa upaya untuk mengerem laju infeksi Covid-19 di Jawa Timur, perlu pemberlakukan PSBB secara serentak pada 38 Kabupaten/Kota.
Di Jawa Timur penerapan PSBB berlangsung cukup alot karena tampak perbedaan pandangan dua srikandi pemangkuh kebijakan, gubernur jawa timur Kofifah Indar Parawansa dan walikota Surabaya Tri Risma Maharani.
Perbedaan pandangan seperti ini sangat disayangkan terjadi, karena Presiden Abdurrahman Wahid atau dikenal gusdur pernah berpesan di atas nilai-nilai politik ada yang lebih besar yakni kemanusiaan.
Kita kehilangan waktu, sementara virus terus bergerak cepat. Surabaya, Gresik, Sidoarjo dipilih menjadi daerah diberlakukan PSBB mengingat 3 wilayah ini memiliki jumlah kasus positif covid-19 yang terkonfirmasi dengan metode PCR jumlahnya cukup besar.
Kemudian disusul Malang Raya karena termasuk zona merah. Beberapa yang disebut di aturan PSBB Surabaya raya yakni seluruh pertemuan politik, hiburan, budaya, akademik, dan olahraga tidak boleh diselenggarakan selama PSBB.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah diliburkan, termasuk magang pendidikan atau industri.
Sebagai gantinya, kegiatan belajar mengajar, pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pekerjaan yang tidak tergolong dalam sektor penting harus dilakukan dari rumah.
Arus mobilisasi kendaraan diperketat, dibuka beberapa check point untuk menghambat arus mobilisasi dari zona PSBB. Masyarakat diwajibkan untuk menjalankan protokol kesehatan, dan setiap yang melanggarnya akan diberikan sangsi.
Di hari pertama PSBB, bundaran waru dipadati pengendara. Potret ini ramai di media sosial, meskipun kebijakan PSBB ini sudah disosialisasikan beberapa hari sebelumnya. Di hari pertama pelaksanaan PSBB tidak adil bila kita menilai masyarakat tidak patuh terhadap aturan, karena mungkin masyarakat terutama kaum pekerja, masih mendapat tanggung jawab oleh atasannya.Pelaksanaan PSBB rasa-rasanya berjalan tidak efektif.
Berita yang sangat menghebohkan di Surabaya yakni ditemukannya kasus rapid test positif Covid-19 di salah satu perusahaan rokok. Dan juga ditemukannya kasus ratusan rapid test positif Covid-19 di derrah rungkut Surabaya. Kluster besar ini turut menyumbang andil banyaknya kasus Covid-19 di Surabaya.
PSBB satu, PSBB dua, dan kini kita menuju pada tahapan PSBB tiga. Dibalik pembagian waktu PSBB ini seperti ada harapan dalam kurun waktu tersebut Covid-19 ini akan hilang. Namun dengan beberapa fakta yang ada di masyarakat, agaknya kita sebaiknya tidak over convidence.
Pada 23 Mei 2020 Indonesia tercatat 949 penambahan kasus baru, jawa timur menyumbang 466 kasus baru, pada 24 Mei 2020 Indonesia tercatat 526 kasus baru, jawa timur menyumbang 68 kasus baru, pada 25 Mei 2020 Indonesia tercatat 479 kasus baru, jawa timur menyumbang 223 kasus baru. Seluruh daerah di jawa timur terjangkit Covid-19.
Namun berkaca dari temuan ini dan meratanya sebaran kasus Covid-19 di seluruh kota/kabupaten di Jawa Timur alangkah baiknya pemerintahan provinsi Jawa Timur berani untuk menerapkan kebijakan yang ekstrim PSBB untuk seluruh wilayah jawa timur.
Penilaian efektifitas dari PSBB ini bisa dilihat dari lonjakan kasus signifikan terjadi di beberapa wilayah di jawa timur khususnya Surabaya. Hal tersebut tercermin beberapa waktu lalu dua srikandi jawa timur saling melempar komentar, beberapa rumah sakit rujukan Covid-19 di Surabaya dibanjiri pasien Covid-19 dari wilayah non Surabaya, ibu risma protes karena pasien yang berdomisili di Surabaya justru kesulitan mendapat tempat perawatan isolasi.
Terbaru seperti diberitakan sangat mengejutkan rawat 110 pasien corona, IGD RS Unair overload. Berita ini tentu sangat menyedihkan, kita bisa membayangkan lelahnya tenaga medis berjuang merawat pasien Covid-19 sebanyak itu.
Tren pada saat ini hampir semua rumah sakit rujukan Covid di Surabaya overload. Pemprov Jawa Timur baru-baru ini meresmikan RS Indrapura sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19, smentara Pemkot Surabaya meresmikan asrama haji untuk perawatan karantina pasien Covid-19.
Gambaran ini menunjukkan bahwasanya kebijakan ini terlambat karenamenunggu terjadi menunggu lonjakan kasus terjadi.(agung)
Post A Comment: