JAKARTA.suarakpkcyber.com- Saya menjadi bodoh ketika menyaksikan eksistensi dan kesungguhan para anggota dewan yang terhormat di Senayan dalam membela kepentingan rakyat yang diwakilinya. Sebagai mantan anggota dewan, saya merasa malu.
Ada pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Setelah saya berada di luar gedung wakil rakyat yang megah itu, sekarang saya merasakan bahwa sebetulnya sebutan “yang terhormat” itu tidak pantas disematkan pada saya.
Bahkan kalau ada orang atau kelompok masyarakat yang memaki saya dengan ungkapan “anjing yang tidak mampu menggonggong karena mulut sudah disumpelin daging”, saya terima, saya ikhlas dan saya pasti akan diam saja karena itu memang pantas buat saya. Mungkin karena hal itu pulalah Allah SWT belum memberikan ridha Nya dan memberikan kesempatan kembali untuk saya berkiprah ke “rumah rakyat” di Senayan.
Betapa aneh bagi saya tatkala ada sekelompok orang di Senayan itu yang tergabung dalam Banggar DPR dengan serentak bagaikan nyanyian orkestra secara serentak menyatakan setuju dan mendukung PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara.
Padahal, jika Perppu tersebut diloloskan DPR menjadi Undang-undang, maka akan ada konsekuensi yang memberikan kewenangan dan kekuasaan penuh pada pemerintah dalam hal ini Presiden sebagai lembaga eksekutif untuk berbuat sesuka hatinya tanpa pengawasan dan persetujuan dari DPR sedikitpun tentang APBN.
Jelas, ini sudah melanggar UUD 1945. Menjadi pertanyaan besar bagi saya, apakah saudara-saudaraku anggota dewan yang terhormat di Senayan sudah membaca, mempelajari dan memahami isi dari Perppu yang diajukan secara tergesa-gesa oleh pemerintah kepada DPR atau jangan-jangan belum sempat membaca sudah turun perintah dari ketua umum partai melalui ketua fraksi di DPR agar menyetujui dan mendukung Perppu tersebut, hal ini sangat lazim dan biasa saya terima ketika saya di DPR dulu.
Makanya, sekarang saya malu menyandang gelar “anggota dewan yang terhormat” setelah saya memahami hal itu sejak saya berada di luar gedung yang terhormat itu.
Kalau kita pelajari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, hampir setiap klausul pasal-pasal, materi kalimat yang penting dalam rangka menentukan kebijakan keuangan negara dipastikan dengan persetujuan DPR atau bersama-sama dengan DPR.
Hal ini tidak kita temui satu kata pun tentang keberadaan DPR RI pada Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara.
Sadar ngak sih kalau kekuasaan DPR sebagai pengawas dan budgeting sudah dicomot habis oleh pemerintah dalam hal ini Presiden melalui Perpu ini. Paham tidak kalau hal ini jelas melanggar Undang-Undang Dasar 1945. Dan ini menurut hemat saya sebagai bentuk lain dari “Dekrit Presiden”.
Pertanyaannya, ada berapa presiden kita yang jatuh dan digulingkan rakyat oleh karena mengeluarkan dekrit presiden?
Saya sungguh-sungguh memohon pada saudara-saudaraku anggota dewan yang terhormat gedung parlemen Senayan, mumpung masih diberi mandat oleh rakyat, berbuatlah yang terbaik buat rakyat, bukalah mata hati kalian bahwa kalian berada dan duduk serta dapat gaji besar di gedung yang terhormat itu karena dipilih, dipercaya dan diberi amanah rakyat.
Jika hal itu kalian abaikan, maka tunggulah azab Allah SWT itu sangat pedih. Jika tidak menimpa azab tersebut pada kalian, pasti akan kena pada anak cucu kalian wahai anggota dewan yang terhormat.
Betapa super hebatnya undang-undang ini. Tidak perlu melibatkan DPR dalam proses merencanakan, menggunakan dan mempertanggung jawabkan untuk mengeksekusi terkait kebijakan keuangan negara dengan dalih pandemi Covid 19.
Dengan dalih beri’tikad baik dalam pelaksanaannya, aparat penegak hukum mulai kepolisian, kejaksaan maupun KPK jangan coba-coba menyentuh dan memperkarakan pelaku pelaksana dari kebijakan pemerintah yang dipayungi Undang-Undang COVID-19 ini
Selamat tinggal rakyat Indonesia kalian tidak punya hak lagi atas harta dan kekayaan negeri kalian sendiri selamat tinggal perahu NKRI (red)
Navigation
Post A Comment: