JAKARTA,suarakpkcyber.com-Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Arief Budiman. Sanksi ini masih terkait dengan kasus pemberhentian komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir. Dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Muhammad dalam sidang pembacaan putusan secara daring pada Rabu (13/1/2021).
Perkara dengan nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 ini merupakan aduan seorang warga bernama Jupri. Perkara ini terkait dengan dalil aduan terhadap Arief yang mendampingi atau menemani anggota KPU RI nonaktif saat itu, Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Pengadu juga mendalilkan Arief sebagai teradu yang telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020. Surat ini merupakan dasar KPU menonaktifkan kembali Evi sebagai komisioner KPU usai PTUN mengabulkan gugatannya dan Presiden Joko Widodo mencabut Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Evi.
Menurut Anggota DKPP Ida Budhiarti dalam persidangan, Arief Budiman tidak memiliki dasar hukum maupun etik memerintahkan Evi Novida Manik kembali sebagai anggota KPU RI.
"Karena menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting Manik tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu setelah diberhentikan berdasarkan putusan DKPP Nomor 317 dan seterusnya," kata Ida.
Selain memberhentikan Arief sebagai Ketua KPU, DKPP juga memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan. DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini.
Dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu pada Rabu (18/11/2020) lalu, Arief Budiman membantah dalil aduan yang disampaikan Jupri, pengadu perkara ini.
Menurut Arief kehadirannya di PTUN Jakarta pada 17 April 2020 bukan dalam rangka mendampingi Evi Novida untuk mendaftarkan gugatan.
Dalam pembelaannya, Arief mengklaim dirinya hanya memberikan moril kepada Evi sebagai sesama kolega yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun sebagai pimpinan KPU RI.
Ia mengakui, tak ada tendensi keberpihakan dari dirinya saat mendampingi Evi mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
“Teradu datang hanya untuk memberikan dukungan moril dan sebagai rasa simpati dan empati kepada yang bersangkutan, dan tidak ada sedikitpun maksud dari Teradu untuk menyalahgunakan tugas, jabatan dan kewenangan Teradu dengan kehadiran Teradu di Pengadilan TUN Jakarta," jelas Arief yang dilansir dari situs DKPP.(red)
Post A Comment:
0 comments: