TOLITOLI,suarakpkcyber.com-Setelah diproses tujuh bulan dugaan penyerobotan kebun kelapa — sekarang sedang dibangun rumah raja – dengan terduga mantan Bupati Tolitoli, Sulawesi Tengah (Sulteng), Moh Saleh Bantilan, alias Alex kini diolah TKP oleh team penyidik reskrim Polres Tolitoli (3/52021), dan disaksikan pihak BPN dan Kelurahan Nalu.
Hasilnya, seperti dilansir media (5/5/2021), kanit Pidum Reskrim, IPDA Natoen,SH mengatakan hingga kini belum ditemukan bukti kuat untuk masuk ke tindak pidana penyerobotan.
Mantan kepala Bpn jawa timur muchtar deluma |
Alasannya, pelapor Udin Lamatta tidak perlihatkan alas hak, berupa SKPT atau sertifikat dari BPN – atas lahan yang kini dibangun rumah Raja – melainkan hanya surat jual beli (segel Asli tahun 1967), bukan surat penyerahan sebagaimana diberitakan.
“Rencana kami gelar perkara dalam waktu dekat, apakah laporannya dihentikan atau dilanjutkan ke tahap penyidikan,” jelas Kanit Natoen kepada media tadi .
Terhadap pernyataan Kanit Natoen tersebut, mantan Kepala Kanwil BPN Jawa Timur, Muchtar Deluma,SH tertawa sambil mengatakan sertifikat itu tanda bukti hak, bukan alas hak. Alas hak adalah segel.
“Hahahaha, sertifikat itu tanda bukti hak, bukan alas hak. Alas hak itu segel, segel sama kedudukannya dengan SKPT, malahan lebih kuat dari SKPT, ” ujarnya sambil tertawa via telepon seluler, kamis (13/5/2021). Mantan kepala Kanwil BPN Sulteng itu pula jelaskan, kalau tidak punya segel maka pakailah SKPT, jangan dibalik-balik.
Pelapor Udin Lamatta, lain lagi. Kepala Divisi Advokasi Pengurus Pusat Media Independen Online (PP MIO) itu menyatakan heran proses penyelidikan laporannya yang dinilai kurang maksimal.
Di pasal 1 poin 5 UU nomor 8 1981 tentang KUHAP, kata dia penyelidikan adalah rangkaian tindakan penyelidik untuk mencari, menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna tentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan.
Artinya, kronologi penyerobotan yang tertuang dalam Berita Acara Wawancara (BAW), harus dipejari secara utuh . Alat bukti, baik tidak maupun tertulis, serta saksi wajib dipertimbangkan sebagai alat bukti guna menemukan pelakunya.
“Nah ini, tiga saksi saya belum dipanggil, alas hak terus yang dikorek. Saya kasih segel Asli (surat jual beli 25 April 1967, red), dia bilang itu bukan alas hak, sertifikat atau SKPT nya ada tidak. Kita ini mau kejar pelaku kejahatan atau ngurus keabsahan surat kalapa, pake bawa BPN lagi ke TKP, heran,” ujarnya, sambil teruskan saat diolah TKP, pihak BPN bicara ke penyidik kami belum punya ranah masuk ke sini karena tanah ini belum terdafta di pertanahan.
Keheranan lain, tiga saksi yang diajukan pelapor antara lain mantan kasat reskrim, Iketut Kerti belum dipanggil. Pada hal, kasat Iketut adalah pihak pertama tangani hingga akhirnya prosesnya berhenti belasan tahun tanpa penjelasan.
“Lucunya, saya dikasih tiga surat panggilan saksi untuk orang tua dan adik saya yang sudah meninggal. Saya cerita ini ke Kabag Wasidik di Polda, beliau bilang kenapa tidak suruh kirim saja ke kuburan,” tutur putra ketujuh Rugaya itu.
Sementara itu, Kapolres Tolitoli, AKBP Budhi Batara Pratidina SH SIK MH yang dikonfirmasi hari ini via nomor WhatsApp 852-1840-0xxx miliknya mengatakan, baik terima kasih masukannya.
“Kami memang harus dalami lagi supaya gelar nanti bisa lebih utuh dari semua aspek hukum yang ada,” Kata Kapolre.
Apapun itu, yang pasti kasus ini sudah pernah dilaporkan saat AKBP Sugeng jabat Kapolres, dengan terlapor Alex dan kakak sepupunya, Maruf Bantilan, dan diproses kasat reskrim, Iketut Kerti lewat pasal 385 KUHP.
Bahkan, terang Udin penyidik sudah ke rumah Alex, menyusul parentah Kapolres Sugeng untuk lakukan BAP lanjutan. Parentah itu terlontar ketika Udin dan Kasat menghadap Kapolres, terkait keterangan saksi kepada Kasat Iketut tidak muncul dalam BAP.
Seiring waktu, pasca bertengkar dengan Alex di rujab Bupati (14/9/2020), atas saran panit Wasidik Polda Sulteng, Hery di Polres Tolitoli, Udin kembali buat laporan polisi (LP) nomor 250/X/2020/SPKT/RES TOLIS, 13 Oktober 2020 – dengan pasal 167, bergeser dari LP semula, 385 KUHP.
Segamblang apa kronologi perampasan lahan itu terjadi, hingga akhirnya muncul surat penyerahan 26 September 1996 yang digembar gemborkan Alex Bantilan depan media online, RRI dan Tv.
Apa pula bunyi surat Irwasda Polda Sulteng nomor : B/1680/X/Was2.4/2020/Irwasda terhadap status surat penyerahan tersebut, tunggu berita berikutnya. (team)
Post A Comment:
0 comments: